Escapologist Magician
Kamis, 09 Juni 2016
Tulisan ini sempat masuk dalam sebuah buku antologi indie, namun masih flash fiction. Belum puas, kisah ini pun saya panjangkan dan kembangkan kembali. Faktanya, sewaktu di buku antologi pun sama sekali tanpa alfabet itu.
Selamat membaca dan tinggalkan komen.
==========
Dengan langkah takut-takut, tampak sesosok wanita muda cantik yang mendekati sebuah tenda khusus. Degup jantungnya begitu kencang. Ada sebuah keinginan dalam benaknya yang mesti dicapai. Semoga, dia tidak mengalami kendala apapun.
Pakaian
yang dikenakan wanita itu cukup seksi, yakni hanya sebuah kemben hitam
mengkilap. Ditambah, kemben itu mengikuti tiap lekukan tubuhnya yang putih dan
juga pantatnya yang bohay. Tiap langkahnya pasti akan mengundang
kekaguman bagi lelaki manapun yang melihatnya. Apalagi, sepatu hak yang
dikenakannya lumayan tinggi, bagaikan di atas panggung catwalk.
Dia
mengambil napas sejenak di depan pintu tenda yang hanya sebuah sehelai kain.
Setelah tekad kuatnya sudah muncul, dia masuk tenda dengan menyibak kain itu.
Di
dalam tenda yang lumayan luas itu sudah ada lelaki tampan yang asyik menghitung
uang di mejanya. Usianya masih muda. Dia mengenakan setelan jas hitam-hitam.
Kedua kakinya dinaikkan ke atas meja, sehingga menimbulkan kesan yang tidak
sopan. Namun mau bagaimana lagi, tenda itu milik dan kekuasaannya.
Mata
lelaki itu menatap ke wanita yang masuk tendanya itu tanpa izin. Dia pun
langsung menyipitkan matanya.
“Mau
apa kamu ke sini? Bukankah kamu mesti siap-siap?” tanya lelaki itu dengan nada
tidak sopan.
Dengan
masih agak takut-takut, wanita tadi menghentikan langkahnya tepat tiga langkah
di depan meja lelaki itu. “Maaf kalau saya sudah lancang masuk ke tenda Bos
tanpa izin. Saya cuma mau minta tolong.”
Lelaki
itu membusungkan dadanya, “Tolong apa? Soal uang?” tanyanya sinis.
“I-iya,
Bos. Bolehkah saya meminjam uang lagi?” tanya wanita itu gugup.
“Kamu
itu selalu saja meminjam uang! Untuk inilah, itulah, segala macam! Memangnya
saya ini tukang minjamin uang?” ucap lelaki itu dengan nada meninggi.
“Maaf,
Bos. Saya butuh sekali uang untuk pengobatan suami. Dia sudah lama mengidap
TBC. Jika cepat-cepat tidak diobati, nanti akan membahayakan nyawanya.
Sayangnya, uangnya tidak cukup untuk biaya pengobatan,” ucap wanita itu
memelas.
Wajah
lelaki di depannya itu tampak acuh tak acuh. Sama sekali tak ada belas kasihan
kepada penjelasan wanita itu. “Hutangmu bulan lalu saja belum lunas. Kini kamu
mau minjam uang lagi? Gimana kamu melunasinya? Yang ada nanti hutangmu semakin
membengkak. Dan kemudian, kamu malah menghilang!” sahutnya yang tak lain adalah
si pesulap adanya.
“Saya
pasti bisa melunasinya, Bos. Pasti,” sahut sang wanita cepat, meyakinkan sang
bos.
Sang
pesulap menatap wanita itu dengan pandangan sinis. “Melunasinya? Bagaimana
bisa? Upahmu untuk show ini saja
masih belum cukup untuk melunasi hutang-hutangmu!”
“Akan
saya usahakan, Bos,” sahut wanita itu cepat, “tapi tolong, upah untuk show ini jangan dipotong semua. Saya
membutuhkannya. Dan juga saya membutuhkan uang pinjaman Anda, Bos,” ucap wanita
cantik itu kembali mengiba. Matanya sesekali menatap ke uang yang ada di tangan
bosnya. Uang yang sangat cukup untuk membiayai pengobatan suaminya.
“Masa
bodoh! Aku tidak mau tahu!” tepis si pesulap, “kamu mesti melunasi
hutang-hutangmu dulu jika mau gajimu utuh dan dapat uang pinjaman!” tegasnya
sambil bangkit. Tatapannya tajam melihat sang wanita.
Wanita
cantik yang tak lain adalah asisten sulapnya menunduk sedih. Tak disangka
upayanya untuk mendapatkan uang pinjaman gagal sudah. Matanya mulai sembab. Dia
tak tahu lagi mesti bagaimana. Entah bagaimana dengan nasib suaminya nanti.
Si
pesulap menatap jam tangannya, “Lima menit lagi kita akan mulai show. Kamu mesti siap-siap,” ucapnya
sambil menyimpan uang yang tadi dihitungnya itu ke dalam laci meja, kemudian
menguncinya. Kuncinya dia simpan di dalam saku celana. Lalu, dengan santainya
dia melenggang meninggalkan wanita itu di tenda miliknya.
Sang
asisten masih menunduk. Matanya yang tadi sembab kini menatap tajam.
Pandangannya tak lepas pada meja tempat sang bos menyimpan uang. Emosinya
kepada sang bos kini tak bisa lagi dibendung. Bagaikan ada bom waktu yang siap
meledak. Dia mendengus, lalu layangkan senyum yang menakutkan.
***
Alunan
musik dengan nuansa mistis menggema di sebuah lapangan. Lampu-lampu dengan
cahaya yang menyilaukan menyelubungi tempat itu. Lautan manusia tampak antusias
ingin melihat aksi sulap yang menantang maut itu. Penonton-penonton itu adalah
fans setia sang pesulap. Tiket mahal untuk show
ini pun tak menjadi masalah. Yang penting, semuanya puas dengan aksi pesulap
itu, di samping bisa melihat langsung sang pesulap.
Penonton-penonton
ditata supaya tampak mengelilingi sebuah tanah galian untuk aksi sulap. Tentu
saja penonton pun dibuat agak menjauh dengan galian tanah itu supaya tidak
mengganggu jalannya sulap.
Tepuk
tangan saling sahut-menyahut tatkala si pesulap muncul di depan penonton. Dia kini memakai topi khas pesulap. Lelaki itu
langsung menaiki sebuah peti besi yang sudah disediakan di situ. Jempolnya diacungkan
tinggi-tinggi, menandakan bahwa dia telah siap melakukan aksinya.
Pesonanya
begitu memukau mata. Apalagi bagi fans-fans wanita. Semuanya
melengking-lengking memanggil nama sang pesulap. Apalagi si pesulap itu masih
muda dan memiliki wajah tampan. Membuat pesulap itu menjadi cepat naik daun
sejak awal kemunculannya.
Asisten
wanitanya yang cantik muncul sambil melenggak-lenggokkan badannya. Senyuman
manisnya membuat siapapun akan langsung jatuh cinta kepadanya. Wanita itu
langsung membelenggu kedua tangan dan kaki si pesulap dengan tali. Tubuh si
pesulap pun tak luput untuk diikat. Kemudian, dengan dibantu sang asisten, si
pesulap menjejakkan kakinya masuk ke dalam sebuah peti besi yang tampak kokoh.
“Saksikanlah
aksi menakjubkan ini!” lantang pesulap itu sebelum asistennya menutup penutup
peti. Topinya dibuang entah ke mana. Penonton
langsung tepuk tangan. Padahal, si pesulap belum melakukan aksinya.
Semenit
kemudian, suasana langsung hening seketika. Penonton yang melihat aksi pesulap
tampan itu dibuat menahan napas. Bagaimana tidak, pesulap yang dikenal dengan
julukan “Escapologist Magician” itu akan masuk ke dalam peti besi. Peti lalu
dikunci dengan gembok yang kokoh sebanyak enam buah di kedua sisinya. Dengan
tubuh, kaki, dan tangannya yang diikat tali, otomatis dia tak bisa ke
mana-mana. Apalagi, peti itu cukup sempit.
Dengan
bantuan alat khusus, peti itu diangkat lalu dimasukkan ke dalam lubang tanah
galian. Yang lebih membuat jantung penonton bagaikan mau copot, di bagian
penutup peti dipasangi bom waktu. Meskipun daya ledaknya kecil, namun bisa
membuat tubuh manusia menjadi potongan-potongan kecil, dengan daging yang
hangus. Apalagi si pesulap sangat dekat sekali posisinya dengan bom. Jadi, jika
si pesulap tidak cepat-cepat melakukan aksinya, maka dia akan tewas.
Sebetulnya,
penonton dan fans setia sang Escapologist Magician sudah memahami aksi-aksi
sulapnya yang menantang maut ini. Sudah puluhan aksi si pesulap yang membuat
jantung penontonnya bagaikan mau copot. Namun, itu memang sudah khasnya. Dan
untungnya, dia selalu sukses melakukan aksinya tanpa luka sedikit pun. Tentunya
hal ini dilakukan dengan latihan yang sungguh-sungguh.
Setelah
peti besi masuk ke dalam lubang tanah, satu ton tanah langsung memendam peti
itu dengan alat khusus hingga tidak nampak lagi. Sehingga, lubang tanah tadi
kini menjadi gundukan tanah yang menjulang. Penonton hanya tinggal menunggu si
pesulap muncul sebelum bom meledak.
Setelah
tugasnya selesai, sang asisten melenggak-lenggokkan kembali tubuhnya menjauhi
posisi gundukan tanah dan menunggu di dekat penonton. Senyum manis selalu
menghiasi wajahnya. Tak ada yang tahu kalau wanita itu telah melakukan sesuatu.
Kini
si pesulap hanya memiliki waktu sepuluh menit untuk lolos sebelum bomnya
meledak. Tak ada yang mengetahui aktivitas sang pesulap di dalam peti yang
sudah dipendam dalam tanah itu.
Dengan
susah payah, pesulap muda itu melepaskan ikatan tali yang lumayan kencang. Tak
ada cahaya apapun yang membantunya untuk melepaskan tali, selain cahaya LED
penunjuk waktu bom. Sebab, hal ini sengaja dia lakukan untuk menambahkan susana
ketegangan. Suasananya begitu sunyi. Hanya bunyi desahan napasnya dan detak bom
waktu saja yang menemaninya.
“Sial!
Ikatannya kencang sekali! Tidak biasanya dia mengikat kencang begini!” keluhnya
mengalami kesulitan ketika melepaskan ikatan tangannya.
Dia
mencoba menjangkau pinggang celananya meskipun tangannya diikat. Tujuannya
untuk mengambil pisau yang sengaja dia siapkan. Jadi, dia tidak usah
susah-susah melepaskan ikatan tali, cukup memotongnya saja. Namun, tampaknya
dia tidak menemukan apapun di pinggangnya itu.
“Pisaunya
ke mana ya? Padahal sudah kusiapkan tadi,” gumamnya panik.
Dia
mencoba mengingat-ingat ke mana pisaunya menghilang. Sewaktu dia menyapa
penonton tadi, pisau itu masih ada. Bahkan dia sudah mengeceknya.
“Apakah
waktu aku diikat, pisaunya diambil oleh asistenku?” gumamnya mencoba
menebak-nebak. Otaknya mengingat lagi detail kejadiannya. Awal ketika diikat,
hingga dia masuk ke dalam peti.
“Astaga!
Mana mungkin dia yang mengambil?” pekiknya. “Memang, hanya dia yang bisa
mengambil. Tapi untuk apa? Bukankah hal itu akan menggagalkan aksi sulapku?”
tanyanya yang tak mungkin dijawab oleh siapapun.
Dia
menoleh ke bom waktu yang dipasang di penutup peti. Cahaya LED penunjuk waktu
bomnya membuatnya kaget. Tak disangka, sudah lima menit dia di dalam peti dan
belum melepaskan talinya.
“Sial!
Tak ada waktu untuk mengeluh! Nyawaku sedang dalam bahaya!” paniknya. Dia masih
kesulitan melepaskan ikatan di tangannya itu. Apalagi tangannya mulai sakit
akibat gesekan tali.
Tik
... tik ... tik ... tik.
LED
penunjuk waktu menandakan bahwa ledakan bom semakin dekat. Peluh dingin mulai
menetes membasahi wajah si pesulap. Napasnya mulai kembang kempis akibat
pengapnya suasana di dalam peti. Otaknya mulai dipenuhi oleh kepanikan.
Keadaan
semakin mencekam. Dia sudah bagaikan tikus dalam jebakan kucing. Apakah dia
akan selamat? Ataukah kematian yang sesaat lagi menyapanya? Apalagi, dia tidak
dibekali dengan alat komunikasi untuk meminta bantuan. Asa pun semakin tipis.
Dia
mulai mencium keanehan di sini. Khususnya, kepada asisten wanitanya itu. Ada
apa dengan maksud semua ini? Apakah asistennya itu memiliki dendam kepadanya?
“Apakah
kejadian tadi di tenda membuatnya dendam kepadaku?” gumamnya lagi. “Sialan!
Jika aku bisa lolos nanti, akan kupecat dia dan kutuntut ke polisi!” ancamnya.
Sang
pesulap sama sekali tak punya dugaan jika akan kacau begini jadinya. Padahal
sewaktu latihan, si pesulap bisa membuka ikatan dengan mudah meskipun ikatannya
kencang. Tak ada keanehan apapun waktu itu. Kenapa kejadian ini mesti pada saat
show?
“Siapa
saja, tolong bebaskan aku!” pekiknya lantang. Tentu saja hal itu hanya sia-sia
belaka. Sebab, dia sudah ditimbun dalam tanah.
Dia
mulai gelisah dan menggeliat bagaikan ulat yang kepanasan. Tak ada kebebasan baginya
untuk melakukan sesuatu. Peti itu sempit dan semua tubuhnya masih diikat. Dalam
kegelapan yang hanya dibantu cahaya LED bom waktu, dia menatap ke sisi
kanannya.
“Kalau
begini, aku mesti langsung ke Plan B,” gumamnya sambil menggoyang tubuhnya ke
kanan.
Dia
ingin mendekati ke sisi kanan peti. Telapak tangannya yang tidak diikat itu
dengan susah payah menggapai gagang sebuah katup yang disembunyikan. Namun,
akibat tubuhnya masih diikat, maka dia kesulitan menjangkau gagang itu.
“Sialan!
Katup itu tak bisa kujangkau!” keluhnya.
Semua
sisa tenaganya digunakan untuk menjangkau gagang itu. Dia tak peduli tubuhnya
lecet-lecet akibat gesekan dengan dinding peti. Hal itu lebih baik ketimbang
mati konyol. Dia mesti menahan sakitnya.
Dia
ingin melipat tubuhnya, dengan lutut menyentuh kepala, dan kaki dilipat ke
atas, mengikuti bentuk peti supaya bisa menjangkau katup itu. Namun tampaknya
hal itu hanya sia-sia jika tubuh masih diikat. Peti itu sangat kokoh. Bahkan
tulang belakangnya ada yang patah akibat dipaksakan.
“Aaah!!!”
pekiknya kesakitan. Dia pun mau tak mau kembali ke posisi semula.
Sesuai
dengan konsep sulapnya, setelah talinya lepas dia cukup membuka katup yang ada
di sisi kanan peti. Peti besi itu memang khusus dibuat untuk sulap. Di sisi
bagian kanan, ada katup kecil yang bisa dibuka dan ditutup. Katup itu
menghubungkan ke sebuah lubang dalam tanah yang tak diketahui oleh penonton.
Lubang yang dilapisi oleh baja itu melindunginya jika bom meledak. Tentunya hal
itu untuk antisipasi jika dia tidak memiliki cukup waktu.
Setelah
bom meledak, dia akan muncul ke atas lewat sekat yang sudah disiapkan dekat
lubang dan kemudian muncul menyapa penonton. Tepuk tangan penonton tentu saja
membuatnya bangga. Penonton akan memujinya dengan aksinya itu. Namun,
kenyataannya malah sebaliknya. Penonton masih menunggunya dengan nasib yang
belum jelas. Jika tangannya masih diikat, maka dia akan kesulitan membuka
katupnya. Apalagi posisinya yang telentang di peti yang agak sempit.
“Apakah
aku akan tamat di sini?” gumamnya lemah. Detak jantungnya semakin cepat.
Tenaganya kini sudah habis.
“Siapa
saja, tolong aku!” pekiknya lagi lantang.
Dia tahu kalau dia akan gagal. Namun,
dia juga tidak mau mati sia-sia. Lebih baik gagal dan diselamatkan ketimbang
tewas kena ledakan bom. Penonton dan fans pun akan memaklumi kondisinya.
Sesungguhnya sudah banyak aksi-aksi menantang maut yang dilakukan oleh
pesulap-pesulap lain yang nyatanya gagal dan diselamatkan tepat pada waktunya.
Namun, semuanya tetap mendapatkan tepuk tangan penonton supaya pesulap-pesulap
itu tetap semangat setelah gagal, tidak putus asa.
Tik!
Tik! Tik! Tik!
Alunan
detik bom waktu semakin cepat. Menandakan bahwa bom sesaat lagi akan meledak.
Si pesulap pun semakin panik dan gelisah.
“Sialan!!!
Asistenku punya dendam apa?!” pekik si pesulap. Dia sudah mulai putus asa.
BLAMMM!!!
Bom
waktu pun meledak, menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga. Tanah-tanah bekas
galian membuncah ke atas bagaikan kembang api. Penonton pun mulai menjauhi
supaya tidak mengenai hujan tanah. Api sempat muncul hanya sesaat, lalu padam
kembali akibat ditimbun oleh tanah.
Penonton
yang menyaksikan ledakan itu menjadi kaget. Dugaan bahwa si pesulap akan muncul
sebelum bom meledak tampaknya meleset. Hingga bom meledak, sang pesulap belum
muncul.
Penonton
mulai gelisah. Apalagi, setelah lima menit ditunggu, sang pesulap tak kunjung
muncul. Bahkan pihak panitia show pun
mulai kelabakan.
“Cepat!
Gali tanahnya!” pekik salah satu panitia yang tampak gelisah.
Kepanikan
penonton pun pecah.
***
Seolah
tak mempedulikan kepanikan di sana, sang asisten wanita melangkah santai
memasuki tenda milik sang pesulap. Ketukan langkahnya begitu menggoda dengan
melenggak-lenggokan tubuhnya. Tatapannya begitu menakutkan.
Dia
memasukkan sebuah kunci ke dalam lubang kunci laci meja sambil meletakkan
sebuah pisau di atas meja. Kunci dan pisau itu didapat ketika dia mengikat sang
pesulap tadi. Senyum menakutkan tak lepas di wajahnya kala melihat foto sang
pesulap di atas meja.
“Semua
uangmu saya ambil. Saya tahu, Anda pasti akan memecat saya. Dan saya pun sudah
muak dengan Anda. Selamat menikmati kehidupan selanjutnya,” gumamnya.