Pesan Dalam Botol
Kamis, 09 Juni 2016
Kisah ini masih hangat, alias belum lama saya bikin. Saya juga mempostingnya di salah satu komunitas Facebook. Jadi, selamat membaca dan jangan lupa komen.
==========
'Sufyan, tolonglah ayah. Aku ada di sebuah pulau kosong. Cepatlah, kalau tidak aku akan mati.'
Sufyan
membaca dengan seksama sebuah pesan yang ditemukannya dalam botol. Dia
menemukannya saat sedang santai di tepi pantai dan melihat benda
mengapung diombang-ambing ombak. Yang membuatnya kaget, ada namanya yang ditulis di pesan itu. Apalagi kata 'ayah' yang membuatnya semakin bingung.
Sufyan menatap ke laut. Di ujung sana memang
ada sebuah pulau yang tak ada penghuninya. Biasanya di sana selalu
digunakan oleh oknum-oknum yang hendak melakukan semedi dan pesugihan.
Maklum saja, di sana ada makam suci milik kompeni Belanda. Dan konon
katanya, makam itu selalu meminta tumbal.
"Apa yang ayah
lakukan di sana? Dan ada kejadian apa sehingga ayah tak bisa pulang
lagi? Mungkinkah dia dalam bahaya?" gumamnya. Seingat dia, sang ayah
sedang melaut sejak subuh tadi dan belum pulang hingga siang ini.
Tanpa
dikomandoi, pemuda kacamata itu langsung menaiki sampan kecil milik
ayahnya. Dia sudah biasa menggunakannya sejak kecil. Jadi, meskipun
pulau itu jauh, tak jadi masalah.
Peluh mulai membasahi
kulit hitamnya akibat mengayuh. Tumbuh di desa nelayan memang membuatnya
paham tentang kelautan. Dia sudah ke mana-mana dalam menjala ikan
menemani ayah dan adiknya, Sabda. Otot-otot tangannya pun sudah dilatih dengan
baik. Dia sudah tak peduli panas yang menyengat ini. Baginya, hanya satu
tujuan, yakni menyelamatkan sang ayah.
Satu jam sudah dia
mengayuh sampan, kini dia sampai di pulau. Tempat itu sangat beda
dengan pantai di desanya. Pepohonan sangat lebat, ditambah dengan
wewangian kemenyan yang menyengat hidung. Sungguh membuat siapapun akan
ketakutan dan memilih balik lagi.
Tapi Sufyan tidak takut.
Meskipun sempat sekali mendatangi pulau ini saat kecil, baginya sudah
sangat biasa. Memandang pulau ini di kejauhan membuatnya jadi tidak
asing lagi. Dengan memasang mata awas, dia hendak menjelajah seisi
pulau, demi menemukan ayahnya. Dia tak ingin ada hal yang diinginkan
menimpanya.
"Ayaaahhh!" pekiknya.
Tak ada
sahutan datang. Hanya gema pekikannya saja yang memantul. Pemuda itu
menyibak semak-semak lebat di depannya demi bisa melangkah ke depan.
Dalam hati, Sufyan agak menyesal juga sebab tidak sempat mengajak
teman-temannya untuk meminta bantuan. Setidaknya, dengan banyak mata,
maka akan semakin mudah menemukan ayahnya itu. Tapi,
dia mesti bisa.
Di depannya, dia menemukan sebuah pohon tua yang cukup tinggi. Sufyan tak tahu pohon apa itu.
"Mungkin
di atas pohon ini aku bisa dengan mudah menemukannya," gumamnya.
Kacamatanya dinaikkan akibat wajahnya basah oleh peluh.
Dengan
cekatan, Sufyan memanjat pohon itu. Cepat sekali dia melakukannya,
bagai laba-laba yang menaiki dinding. Sejak kecil dia memang suka
memanjat pohon kelapa yang tinggi milik tetangganya untuk diambil
buahnya. Akibatnya, dia selalu menjadi most wanted bagi tetangganya itu.
Dan imbasnya, ayahnya yang mau tak mau mesti menghukumnya. Tapi Sufyan
tipe anak yang tak ada kata kapok. Hal itu tetap dilakukan lagi dan
lagi.
Tiba di dahan yang cukup tinggi, dia kaget sebab
melihat sebuah bangunan, layaknya kastil yang ada si logo Walt Disney.
Dia agak tidak yakin dengan pandangannya. Matanya pun dikucek-kucek dan
kacamatanya dilepas. Tapi, hasilnya sama. Kastil itu tetap ada dan bukan
ilusi.
Dia lebih kaget lagi sebab tak menemukan laut atau
pun pantai. Dengan ketinggian begini, apalagi letaknya yang tak jauh
dengan pantai, semestinya lautnya masih kelihatan. Tapi yang ada di
pandangannya hanya pegunungan, seolah dia sedang hiking ke gunung.
Dalam
keadaan panik, dia kembali ke bawah dengan cepat. Dan, lagi-lagi
jantungnya hendak copot. Dia sudah dikelilingi oleh sosok-sosok dengan
pakaian compang-camping. Dia tak salah lihat, sosok itu adalah pasukan
kompeni Belanda. Semuanya memegang senapan dan melangkah layaknya
zombie.
"Ke ... ke ... napa ini? Kenapa aku bisa di sini?" paniknya.
Dia
mencoba menjauhi kepungan kawanan zombie. Tapi, tak ada jalan untuk
lolos. Tak ayal, dia pun ditangkap dan dicabik-cabik oleh pasukan zombie
itu. Sufyan tak mampu untuk melawan. Sakit yang amat sangat melandanya.
"Tolong aku!" pekiknya menyayat.
"Tolong aku!" pekiknya menyayat.
Sufyan pun tumbang. Dalam
keadaan setengah siuman, pasukan zombie itu menggotong tubuh Sufyan ke
kastil yang dilihatnya sewaktu di atas pohon itu. Kastil itu sangat
megah dan mewah, namun penghuninya memiliki wajah yang sangat
menakutkan.
"Ba ... gin ... da, pe ... mu ... da i ... ni su ... dah da ... tang," ucap salah satu zombie patah-patah.
"Tumbal
kita sudah menjemput kematiannya," ucap sesosok yang duduk di atas
singgasana dengan sinis. Wajahnya agak bule. Dia mengenakan pakaian ala
Belanda.
Tubuh Sufyan yang dipenuhi cabikan sudah sangat
lemas. Bahkan pandangannya mulai tak jelas akibat kacamatanya jatuh
entah di mana. Pemuda itu sudah tak sanggup melakukan apa-apa lagi.
Sosok yang dipanggil Baginda oleh bawahannya itu langsung memakan kepala Sufyan, layaknya singa yang melahap mangsanya.
Seketika,
kastil mewah nan megah dan penghuninya itu tiba-tiba lenyap. Kini yang
ada hanya hutan dan semak-semak yang lebat, dengan pemandangan laut di
belakangnya. Di tengah-tengah semak tampak seonggok tubuh penuh cabikan
dan tanpa kepala.
***
Sabda melewati tepian
pantai untuk menemukan Sufyan, sang kakak. Tapi, sudah dua jam ke sana ke sini,
sosok sang kakak tak kunjung muncul.
Dia putus asa dan
mulai lelah. Pemuda itu pun memilih duduk dekat pantai. Lamat-lamat,
matanya melihat sesuatu diombang-ambing ombak. Dia pun langsung menuju
ke sana untuk melihat benda apa itu.
Tampaknya, yang
ditemukan oleh Sabda adalah sebuah botol beling. Ada sesuatu di
dalamnya. Dan sesuatu itu adalah sebuah pesan. Dia pun membacanya.
'Sabda, tolonglah kakak. Aku ada di sebuah pulau kosong. Cepatlah, kalau tidak aku akan mati.'